Pansus Jalan DPRD Kaltim menilai, pemerintah perlu mengambil langkah atas kerusakan jalan yang ada di Kaltim. Apalagi, kerusakan jalan negara, provinsi, dan kabupaten/kota, diduga akibat aktivitas perusahaan tambang dan kelapa sawit yang melintas di jalan itu.
Nalarnews.id, Samarinda – Panitia Khusus (Pansus) Jalan Umum dan Jalan Khusus Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit DPRD Kaltim, menyoroti banyaknya jalan pemerintah yang digunakan dalam aktivitas perusahaan. Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut seharusnya membuat atau menggunakan jalan khusus untuk melakukan aktivitas pengangkutan.
Peraturan berkaitan hal itupun, termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Jalan Umum dan Jalan Khusus Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit yang akan direvisi, sebab mandul.
Data yang dihimpun pansus, sedikitnya terdapat 120 perusahaan pertambangan dan sawit yang diduga melakukan pelanggaran atas perda tersebut. Dengan rincian, sekitar 50 perusahaan tambang dan 70 perusahaan sawit yang tersebar di seluruh Kaltim.
Dari sekian data tersebut, perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran utamanya berada di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, Berau, dan Kutai Kartanegara.
Ketua Pansus Jalan Umum dan Jalan Khusus DPRD Kaltim, Ekti Imanuel mengatakan, hampir semua perusahaan perkebunan sawit tidak memiliki jalan khusus. Sementara untuk perusahaan tambang, rata-rata belum memiliki underpass. Hal itulah yang mengakibatkan jalan di daerah, baik jalan nasional, provinsi, maupun kabupaten-kota rusak parah.
“Pansus telah mengantongi data berkaitan nama-nama perusahaan dimaksud. Sehingga kami tekankan ke depan akan memanggil satu-satu perusahaan tambang yang masih memakai jalan pemerintah untuk holling, maupun crossing yang tidak ada over jalan lintasnya, dan tidak ada underpass. Inikan menyalahi peraturan, tentu kami akan memanggil semua,” katanya kepada awak media di DPRD Kaltim, Rabu (9/3/2022).
Pansus Evaluasi Perusahaan yang Menggunakan Jalan Umum
Selain itu, ia juga menyoroti penggunaan jalan umum di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) yang merupakan salah satu daerah pemilihan (dapil) yang ia wakili. Sebab, hampir semua perusahaan sawit di Kubar tidak memiliki jalan khusus, holling TBS, atau holling CPO.
Menurutnya, persoalan itulah yang menjadi alasan rusaknya jalan utama menuju Kubar. “Kami juga berencana ke Kutai Barat. Kami bekerja sama dengan Pak Bupati. Saya kira Pemerintah Kutai Barat juga sangat mendukung pansus ini. Untuk penguatan penyampaian sosialisasinya, kami juga minta dukungan semua pihak,” terangnya.
Sementara itu, anggota Pansus Syafruddin mengatakan, setelah pihaknya melakukan pengecekan di lapangan, faktanya kerusakan jalan di Kaltim merupakan dampak aktivitas tambang dan CPO (perkebunan) yang menggunakan jalan umum.
“Untuk itu kami akan melakukan pengkajian dan evaluasi, sejauh mana keterlibatan perusahaan atas kerusakan jalan. Terlebih nama-nama perusahaan sudah ada. Kemudian, akan ada rekomendasi untuk pencabutan izin atau tidak. Nanti kami akan lihat perkembangannya,” tuturnya.
Pansus Terbuka Terima Masukan
Anggota Pansus Sarkowi V Zahry mengatakan, karena pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan, maka hal pertama yang akan mereka lakukan adalah membangun koordinasi dengan semua pihak-pihak terkait.
“Kita lihat apakah selama ini perusahaan mengetahui adanya perda ini. Itu kan juga harus menjadi bahan pertimbangan. Apakah perusahaan sengaja tidak membuat jalan atau memang ada unsur ketidaktahuan,” terangnya.
Setelah melakukan koordinasi, maka pihaknya akan mengelompokan perusahaan. Mulai dari pihak yang telah mengetahui perda namun tetap melakukan pelanggaran, hingga perusahaan yang memang tidak mengetahui akan adanya perda tersebut.
“Kalau perusahaan sudah tahu ada perda itu, tapi tetap melanggar, maka akan kami tegaskan. Apalagi perda ini kan sebenarnya sudah lama,” ungkapnya.
Selain itu, karena keberadaan pansus untuk melakukan revisi, maka pihaknya terbuka akan masukan dan saran termasuk dari setiap stakeholder terkait. Terutama berkaitan kendala perusahaan sehingga tidak mematuhi perda.
“Siapa tahu dia memegang aturan lebih tinggi? Sehingga di sini kami dengar juga untuk subtansi revisi nanti. Harapan ke depan begitu sudah revisi, perda ini harus benar-benar berlaku. Jangan jadi perda mandul,” tegasnya. (*/dns/red2)