Dalam rangka bahas Kurikulum Merdeka Belajar, puluhan kepala sekolah swasta di Samarinda mendapatkan Disdikbud Kaltim. Selain bahas Kurikulum Merdeka Belajar, rakor tersebut juga bertujuan memberikan sosialisasi secara mendalam sebelum implementasi kurikulum.
Nalarnews.id, Samarinda – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim mengundang 24 kepala sekolah swasta di Samarinda, Selasa (22/3/2022). Mereka hadir dalam acara bertajuk “Desiminasi Hasil Rakor Kurikulum dan Penilaian SMA se-Kaltim dan Sosialisasi Kurikulum Merdeka”. Kegiatan berlangsung di salah satu hotel di Jalan Lambung Mangkurat, Samarinda.
Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan SMA Disdikbud Kaltim, Mispoyo mengatakan, pertemuan itu dalam rangka membahas kurikulum baru. Tahun 2022 ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, berencana menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar.
“Sesuai arahan Pak Nadiem, kami mendorong agar kepala sekolah menyiapkan diri melaksanakan Kurikulum Merdeka Belajar,” ucapnya ketika media ini menjumpainya usai mengikuti rakor.
Mispoyo menjelaskan, ada beberapa komponen baru yang tertuang dalam Kurikulum Merdeka Belajar. Antara lain, pelaksanaan ujian nasional (UN) telah berganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Mengingat pelaksanaan UN sudah tidak ada lagi sejak 3 tahun terakhir.
“Harapannya, dengan adanya Kurikulum Merdeka ini, sekolah merdeka dalam melaksanakan pembelajaran. Begitu juga dengan para siswa, mereka semakin merdeka dalam pembelajaran dan menentukan minat serta bakatnya,” tutur dia.
Bahas Kurikulum Merdeka Belajar: AKM Kini Gantikan Ujian Nasional
AKM merupakan penilaian kompetensi mendasar yang semua murid perlukan, untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua kompetensi mendasar yang di ukur AKM: Literasi membaca dan literasi matematika (numerasi).
“Melalui AKM, pendidik bisa mengetahui dan mengukur literasi membaca siswa. Kemudian mengevaluasi literasi matematika atau numerasi pelajar. Serta bagaimana kepekaan siswa terhadap lingkungan,” jelasnya.
Selain itu, baik pada literasi membaca dan numerasi, kompetensi yang di nilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep. Lalu pengetahuan yang telah mereka pelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi.
“Kalau dulu ada yang namanya UN sebagai barometer kelulusan. Sekarang tidak perlu lagi. Setiap sekolah berbeda. Kalau standarnya sama, maka itu tidak adil,” paparnya.
Mispoyo menambahkan, AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks. Dari situ, guru mengharapkan mampu terselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang mereka miliki. AKM bermaksud untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten.
“Ini yang kami saat mengundang para kepala sekolah swasta di Samarinda. Kami mengharapkan, para kepala sekolah menyiapkan diri dalam penerapan kurikulum tersebut,” harapnya. (red2)