Ditulis Oleh: Muhammad Sarip (Penerima Sertifikat Kompetensi Bidang Sejarah Kemdikbud)
Gegara beredar tulisan yang menyebut Bahasa Ngapak berasal dari Kutai, beberapa orang mengontak saya. Ada yang bilang bahwa link tulisan tersebut banyak beredar di grup WA. Sejumlah netijen juga membagikan link-nya di medsos.
Tulisan itu berjudul “Asale Bahasa Ngapak, Ternyata dari Suku Kutai di Kalimantan Timur”.
Penerbitnya adalah sebuah media siber ternama dari Jawa Tengah. Tayang tanggal 1 Desember 2021.
Kalo emang betul bahasa Jawa Banyumasan asalnya dari Kutai, ini jelas sejarah yang wow emejing. Tapi beberapa orang minta bantuan saya untuk verifikasi. Benar ga sih, orang Kutai yang nyebarin bahasa 𝘪𝘯𝘺𝘰𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘱𝘳𝘪𝘣𝘦𝘯 di Jateng?
Jadi gini, manteman. Ayok kita masama belajar ilmu sejarah. Verifikasi dalam ilmu sejarah itu dikenal juga dengan istilah kritik sumber. Kritik sumber ini ada dua jenis. Ada yang namanya kritik ekstern dan ada kritik intern.
Kritik ekstern itu memeriksa apakah sumbernya asli atau direkayasa alias palsu. Kalo kritik intern kaitannya dengan validitas subtansi atau akurasi konten sumber. Sebelum uji fakta atau konten ‘sejarahnya’, kita mesti ngecek dulu keabsahan sumbernya.
Kita mulai cek sumber info bahasa ngapak dari Kutai. Pihak publisher, di situs Dewan Pers terdaftar sebagai media terverifikasi administratif dan faktual. Oke lolos. Lanjut.
Penulis artikelnya bernama Chelin Indra Sushmita. Dia editor dan jurnalis. Dia ngebranding diri sebagai pencinta kuliner, suka jalan-jalan, makan, ngopi, dan diskusi. Ga ada masalah, sih.
Kita lanjut menyimak info yang ditulis Chelin. Begini dia tulis.
“𝙱𝚎𝚛𝚍𝚊𝚜𝚊𝚛𝚔𝚊𝚗 𝚙𝚊𝚗𝚝𝚊𝚞𝚊𝚗 𝘚𝘰𝘭𝘰𝘱𝘰𝘴.𝘤𝘰𝘮 𝚖𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞𝚒 𝚟𝚒𝚍𝚎𝚘 𝚍𝚒 𝚔𝚊𝚗𝚊𝚕 𝘠𝘰𝘶𝘵𝘶𝘣𝘦 𝘕𝘨𝘢𝘱𝘢𝘬 𝘺𝘦𝘻𝘻 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝘚𝘦𝘫𝘢𝘳𝘢𝘩 Bahasa Ngapak 𝘉𝘢𝘯𝘺𝘶𝘮𝘢𝘴𝘢𝘯, 𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚊𝚑𝚕𝚒 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚜𝚊 𝚊𝚜𝚊𝚕 𝙱𝚎𝚕𝚊𝚗𝚍𝚊, 𝙴. 𝙼𝚞𝚑𝚕𝚎𝚗𝚋𝚎𝚌𝚔, 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚝𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚜𝚊 𝙹𝚊𝚠𝚊 𝙱𝚊n𝚢𝚞𝚖𝚊𝚜𝚊𝚗 𝚍𝚒𝚋𝚊𝚠𝚊 𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚠𝚊𝚛𝚐𝚊 𝚂𝚞𝚔𝚞 𝙺𝚞𝚝𝚊𝚒 𝚍𝚒 𝙺𝚊𝚕𝚒𝚖𝚊𝚗𝚝𝚊𝚗 𝚃𝚒𝚖𝚞𝚛 𝚍𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚎𝚝𝚊𝚙 𝚍𝚒 𝙹𝚊𝚠𝚊 𝚃𝚎𝚗𝚐𝚊𝚑 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚗𝚍𝚒𝚛𝚒𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚛𝚊𝚓𝚊𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚗𝚊𝚖𝚊 𝙺𝚎𝚛𝚊𝚓𝚊𝚊𝚗 𝙶𝚊𝚕𝚞𝚑 𝙿𝚞𝚛𝚋𝚊. 𝙺𝚎𝚛𝚊𝚓𝚊𝚊𝚗 𝚒𝚗𝚒 𝚍𝚒𝚢𝚊𝚔𝚒𝚗𝚒 𝚋𝚎𝚛𝚍𝚒𝚛𝚒 𝚓𝚊𝚞𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝙺𝚎𝚛𝚊𝚓𝚊𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚝𝚊𝚛𝚊𝚖 𝙺𝚞𝚗𝚘 𝚍𝚊𝚗 𝙼𝚊𝚝𝚊𝚛𝚊𝚖 𝙸𝚜𝚕𝚊𝚖 𝚍𝚒 𝚕𝚎𝚛𝚎𝚗𝚐 𝙶𝚞𝚗𝚞𝚗𝚐 𝚂𝚕𝚊𝚖𝚎𝚝.”
Chelin atas nama medianya mengutip sumber dari sebuah kanal Youtube yang bernama Ngapak yezz.
Saya buka Youtube dan mencari videonya yang berjudul “Sejarah Bahasa Ngapak Banyumasan”. Video ini diunggah tanggal 11 Juli 2019. Dari awal sampe akhir, visualnya cuma kompilasi foto.
Audio yang terdengar juga cuman suara robot Google. Ga ada tayangan narsum ahli yang ngomong. Ga ada juga info E Muhlenbeck itu punya penelitian judulnya apa dan 𝘱𝘶𝘣𝘭𝘪𝘴𝘩 di mana.
Penyebutan nama E Muhlenbeck itu pun keliru. Ilmuwan bahasa yang dimaksud sebenarnya adalah E M Uhlenbeck alias Eugenius Marius Uhlenbeck.
Masalahnya, sebagai video berlabel sejarah, produksi video yang amatir bet kekgini ga layak buat dijadikan referensi. Dari kritik ekstern sebenarnya sudah bisa terjawab kalo info bahasa ngapak dari Kaltim ternyata invalid.
Kritik intern ga perlu lagi dilakuin. Verifikasi sudah kelar. Tapi, coba kita berandai-andai misalnya videonya dibikin oleh TV nasional secara profesional. Juga pake tayangan wawancara narsum ahli yang berkompeten.
Kontennya, warga suku Kutai membawa bahasa ngapak dan menetap di Jawa Tengah dengan mendirikan Kerajaan Galuh Purba. Linimasanya dibilang jauh sebelum Kerajaan Mataram Kuno.
Ketika menyebut pencetus teorinya adalah E M Uhlenbeck, maka ini termasuk perbuatan yang dinamai fabrikasi data.
Fabrikasi data adalah kegiatan merekayasa dan memanipulasi data. Simpelnya, kejahatan akademik dengan bikin data fiktif. Adanya penyebutan suku Kutai di masa sebelum Mataram Kuno juga bermasalah.
Menurut ilmuwan sejarah, Mataram Kuno eksis sekitar abad ke-8 Masehi. Sedangkan suku Kutai baru terbentuk entitasnya diawali berdirinya Kerajaan Kutai Kertanegara di Jaitan Layar pada akhir abad ke-13.
Ingat, yang di Muara Kaman, dinasti Mulawarman pada abad ke-5, dari ketujuh prasasti yupa gak ada satu pun yang mengukir teks kata 𝘒𝘶𝘵𝘢𝘪.
Dari sumber tertulis 𝘚𝘶𝘳𝘢𝘵 𝘚𝘢𝘭𝘢𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘙𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘕𝘦𝘨𝘦𝘳𝘪 𝘒𝘶𝘵𝘢𝘪 𝘒𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘦𝘨𝘢𝘳𝘢 diketahui bahwa monarki Hindu tertua di Nusantara itu punya nama Martapura.
Kajian etimologis nama Kerajaan Martapura ini diuraikan detail dalam artikel di jurnal 𝘠𝘶𝘱𝘢 vol. 4 no. 2 (2020). Link: jurnal.fkip.unmul.ac.id/index.php/yupa/article/view/264.
Dengan fakta ini, maka cerita suku Kutai eksis di Jawa sebelum abad ke-8 tergolong ahistoris dan anakronisme.
Ahistoris maksudnya ga sesuai dengan sejarah. Anakronisme artinya ga cocok sama zamannya.
Jadi simpulannya, dialek ngapak di Jawa Tengah diklaim dibawa orang suku Kutai, setelah diverifikasi hasilnya sebagai berikut.
𝘗𝘦𝘳𝘵𝘢𝘮𝘢, sumber audio visualnya ga autentik.
𝘒𝘦𝘥𝘶𝘢, konten tulisan dan videonya ga akurat.
Sementara cukup sekian pelajaran kita. (*)