Nalarnews.id, Samarinda – Dewasa ini tuntutan pengadilan akan masalah hukum di Kaltim tidak selalu berakhir di balik jeruji besi. Sebab, kini masalah hukum dapat di selesaikan melalui pemulihan terhadap korban, dengan menerapkan asas hukum berkeadilan melalui restorative justice (RJ).
Hal tersebut di sampaikan oleh Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Kaltim Amiek Mulandari dan Kepala Kejari Samarinda Heru Widarmono. Yang merupakan narasumber dalam Seminar Restorative Justice untuk menyoalisasikan tentang RJ, di Kejari Samarinda, Selasa (11/7/2022).
Kegiatan yang merupakan inisiasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda ini, menggandeng sejumlah pihak. Antara lain, Mahasiswa Fakultas Hukum seluruh Samarinda yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi).
Dalam kegiatan yang turut menghadirkan Persatuan Seluruh Kejaksaan (Persaja) Kaltim dan Kejari se-Kaltimtara via daring ini. Amiek Mulandari menyampaikan, kegiatan seminar tersebut merupakan rangkaian HUT Adhyaksa ke-62. Seminar RJ sendiri, bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat, termasuk mahasiswa hukum tentang adanya kebijakan restorative justice.
“Restorative justice merupakan kebijakan Jaksa Agung RI, yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2022 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorativ Justice,” jelasnya di kantor Kejari Samarinda.
Tidak Semua Kasus Mendapat Bantuan Hukum: Berikut Syarat Mendapatkan Restorative Justice
Amiek menjelaskan, dalam penerapan restorative justice memiliki sejumlah persyaratan. Antara lain, batasan penghentian penuntutan, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Nilai barang bukti atau kerugian akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp2,5 juta.
“Kemudian, tindak pidana diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Untuk kasus yang bisa tercapai perdamaian tanpa persyaratan apapun, dengan dipimpin jaksa penuntun umum, tokoh masyarakat, maka bisa dilakukan pemulihan. Hati nurasi yang kita kedepankan,” paparnya.
Pada kesempatan itu, wanita berhijab ini mengungkapkan, jika ada sebanyak 1.306 kasus hukum di Indonesia yang telah di selesaikan melalui penerapan restorative justice. Di mana, rata-rata kasus ini berkaitan dengan persoalan kekeluargaan atau tindak pidana pencurian ringan.
“Untuk di Kaltimtara, sudah ada sebanyak 19 kasus yang kami selesaikan dengan menerapkan restorative justice. Jumlah itu hanya dalam kurun waktu tahun 2022 ini. Semoga masyarakat semakin terbuka dan berperan serta dalam penyelesaian masalah hukum,” tandasnya.
Restorative Justice Bantu Pencari Keadilan Selesaikan Kasus Hukum di Kaltim
Sementara itu, Kepala Kejari Samarinda Heru Widarmono mengatakan, jika kegiatan seminar RJ tersebut adalah upaya sosialisasi yang pihaknya laksanakan untuk masyarakat. Jika penyelesaian hukum dengan restorative justice ini menjadi pilihan terbaik dalam persoalan hukum yang masyarakat hadapi.
“Artinya, ketika ada masalah-masalah hukum di masyarakat, terutama sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2022. Dapat diselesaikan tanpa melalui proses pengadilan,” tutur dia yang turut didampingi Ketua Persaja Kaltimtara Darfiah dan Kasi Intel Kejari Samarinda Mahdy.
Heru menambahkan, keterlibatan mahasiswa hukum dan duta pelajar sadar hukum dalam kegiatan itu. Tujuannya agar menjadi jembatan kejaksaan dalam menyosialisasikan kebijakan restorative justice kepada masyarakat.
“Ini bentuk edukasi atau pembelajaran kepada masyarakat pencari keadilan. Adik-adik mahasiswa dan pelajar kami libatkan, agar bisa menjadi jembatan dalam melaksanakan sosialisasi kebijakan restorative justice,” pungkasnya. (*/adv/diskominfokaltim/dns/red2)