Nalarnews.id, Samarinda – Polemik pendirian Gereja Toraja Samarinda, di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, Samarinda, hingga kini masih bergulir. Masing-masing pihak terus bersikeras terhadap pendapat atau berkas yang dipegang.
Adapun yang masih menjadi permasalahan yakni adanya penolakan pendirian oleh sebagian warga. Dengan tuduhan pemalsuan tanda tangan dalam proses pendirian gereja tersebut.
.Di sisi lain, ada warga yang mengaku tidak mengetahui jika berkas yang ia tandatangani untuk izin pendirian gereja, yang juga berujung kepada penolakan. Akhinya, masyarakat setempat menolak pendirian gereja,
Dikonfirmasi berkaitan hal ini, Kuasa Hukum Gereja Toraja, Hendra Kusuma menegaskan, bahwa pihaknya telah mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri dan telah mengantongi dua rekomendasi penting terkait izin pendirian gereja, yakni dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kementerian Agama Kota Samarinda.
Namun, belakangan muncul masalah penolakan pendirian kereja dari 34 ketua RT dan 1.400 warga sekitar. Menurut Hendra, pihak gereja belum pernah menerima bukti otentik atas klaim tersebut. Demikian pula tudingan pemalsuan tanda tangan yang sampai kini belum dibuktikan secara hukum.
“Kalau memang ada pelanggaran, buktikan secara hukum, bukan hanya disampaikan secara lisan,” tegasnya.
Terkait usulan relokasi oleh Pemkot Samarinda, Hendra dengan tegas menyatakan penolakan. Menurutnya, relokasi bukan solusi, karena pembangunan gereja menyangkut hak beribadah dan keterikatan spiritual jemaat dengan lokasi tersebut.
“Ini bukan hanya soal bangunan, tapi soal hak konstitusional dan spiritual jemaat,” ujarnya.
Mengenai klaim bahwa sebagian pendukung gereja bukan warga sekitar, Hendra menjelaskan bahwa pengguna rumah ibadah tidak harus berasal dari lingkungan sekitar, sebagaimana diatur dalam SKB Dua Menteri.
“Kami sudah minta agar nama-nama warga yang menarik dukungan karena diduga terintimidasi dikeluarkan dari daftar. Tapi sampai sekarang kami belum menerima data tersebut,” tambahnya.
Minta Bukti Pemalsuan, KKB Kaltim Sebut Tuduhan Tanpa Bukti Bisa Perkeruh Suasana
Senada, Ketua Tim Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Kaltim, I Kade Indra Kusuma Wardana menyatakan, bahwa pihaknya sejak awal telah mengikuti seluruh prosedur dan aturan dalam proses pendirian rumah ibadah.
“Kami sejak awal sudah mengikuti aturan yang berlaku. Jika ada pelanggaran, kami siap diproses secara hukum. Tapi jika tidak ada dasar yang jelas, jangan mengada-ada,” tegas Indra.
Ia menilai, tuduhan tanpa dasar hukum hanya memperkeruh suasana dan membuka ruang konflik horizontal. Selain itu, bisa menimbulkan bias informasi dan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Narasi yang berkembang pun dinilai tidak konsisten dan bergeser-geser, dari isu pemalsuan tanda tangan, ketidakhadiran izin ke tokoh masyarakat, hingga ke soal etika.
“Sebenarnya, apa inti masalahnya? Awalnya tudingan pemalsuan, lalu berubah jadi soal izin, kemudian etika. Ini harus diklarifikasi agar tidak menyesatkan opini publik,” ujar Indra.
Ia menegaskan, pihak gereja terbuka jika memang ada prosedur yang perlu ditinjau ulang, namun semuanya harus didasarkan pada koridor hukum, bukan tekanan sosial atau politik.
“Kalau memang terbukti ada kekeliruan, kami siap untuk evaluasi bahkan pembatalan. Tapi jangan terus jadikan gereja sebagai kambing hitam,” ujarnya. (*)
Penulis: Pewarta
Editor: Redaksi02












