Nalarnews.id, Berau – Pulau Maratua dan Pulau Sambit di Kabupaten Berau, Kaltim, tidak hanya dikenal karena memiliki keindahan alam dan laut yang luar begitu luar biasa. Kedua pulau itu kini menjadi bagian dari pengembangan blue ekonomi atau ekonomi hijau. Yang merupakan bagian dari program Zonasi Kawasan Strategis Tertentu.
Selain itu, Pulau Maratua jadi ekosistem pengembangan magrove. Dengan tujuan, untuk menekan emisi karbon rumah kaca. Dengan Pulau Maratua jadi ekosistem magrove, diharapkan akan semakin menambah keindahan pulau tersebut. Termasuk Pulau Sambit.
Tidak hanya itu, Pulau Maratua dan Sambit juga masuk dalam Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 4/Permen-KP/Tahun 2018. Proyek pengembangan pembangunan Pulau Maratua dan Sambit telah dimulai sejak 2018 lalu hingga 2037 mendatang.
Informasi itu sendiri paparkan Koordinator Restorasi DIT P4K, Direktorat Jenderal (Ditjen) PRL, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hery Gunawan Daulay, saat menyampaikan presentasi dalam undangan Tim Percepatan Pengembangan Pulau Maratua Pemprov Kaltim di Pulau Maratua, Minggu (7/11/2021).
Kepada awak media, Hery menyampaikan, kehadiran dirinya di Pulau Maratua untuk mewakili KKP dalam rangka memberikan perkembangan strategi blue ekonomi atau ekonomi biru. Program ini bisa disebut merupakan program lanjutan dari konsep atau kebijakan green ekonomi atau ekonomi hijau.
“Melalui Menteri Kelautan dan Perikanan, Pak Sakti Wahyu Trenggono. KKP sudah menyiapkan konsep atau kebijakan, bagaimana mengimplementasikan blue ekonomi di sektor kelautan. Pulau Maratua dan Sambit adalah bagian dari kebijakan itu,” ungkapnya.
Lebih lanjut Hery menjelaskan, bahwa konsep blue ekonomi sebagai implementasi atas Rencana Zonasi Kawasan Strategis Tertentu Pulau Maratua dan Pulau Sambit, telah dibawa Menteri KP dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kegiatan. Baik nasional maupun internasional.
Di mana, salah satu tujuan dari kebijakan itu, yakni untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Caranya yakni dengan menggalakan kegiatan menumbuh suburkan ekosistem magrove. Yang mana, Indonesia sendiri menargetkan membangun 3,3 juta hektare kawasan magrove. Ini menjadi yang terbesar di dunia.
Mengapa ini harus dilakukan? Dijelaskan Hery, karena penyerapan emisi karbon dari ekosistem magrove mencapai 5 sampai 10 kali lebih besar dibandingkan hutan tropis. Dan Indonesia akan melakukan rehabilitasi dan restorasi ekosistem magrove dalam skala besar untuk mewujudkan hal tersebut.
“Pulau Maratua dan Sambit merupakan target dari pengembangan itu. Dari ekonomi biru. Bagaimana merubah ekosistem magrove supaya dapat meningkat lagi dengan tetap meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,” tuturnya. (*/red2)