Nalarnews.id, Bontang – Kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia sangat marak belakangan ini. Individu yang melakukannya pun berasal dari berbagai kalangan, tak terkecuali Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN yang terjerat kasus narkoba selain perbuatannya diproses secara hukum juga menjalani sejumlah tahapan penanganan sehubungan status kepegawaiannya. Lantas, bagaimanakah alur penanganan kedua proses yang berdampingan tersebut?
Kepala BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia) Kota Bontang Sudi Priyanto memberikan penjelasan bahwa Seorang ASN yang ditangkap dan ditahan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) karena dugaan penyalahgunaan narkotika, harus diberhentikan sementara dari statusnya sebagai seorang ASN.
Surat Keputusan Pemberhentian Sementara ditandatangani oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/PPK, yaitu Kepala Daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 38 huruf c pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (Perka BKN) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian PNS.
“Isi pasal adalah PNS diberhentikan sementara, apabila ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana,” jelas Sudi Priyanto.
Lebih lanjut dijelaskan Sudi Priyanto, Pasal 40 Perka BKN tersebut mengatur beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana, yakni:
- Pemberhentian sementara bagi PNS yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana berlaku sejak PNS ditahan.
- Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuktikan dengan surat perintah penahanan dari pejabat yang berwenang.
- Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk penahanan yang harus dijalani pada rumah tahanan, penahanan yang tidak harus dijalani pada rumah tahanan (tahanan rumah atau tahanan kota), maupun penangguhan penahanan dari pengadilan.
- PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan penghasilan.
- PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan uang pemberhentian sementara.
- Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberhentian sementara ASN yang ditahan karena kasus dugaan penyalahgunaan narkotika dilakukan dalam rangka memfasilitasi pemeriksaan oleh APH sekaligus memperjelas status kepegawaian yang bersangkutan. Umumnya, selain menyelidiki penyalahgunaan narkotika, APH juga akan menelisik keterlibatan PNS bersangkutan dalam jaringan gelap peredaran narkotika.
Adapun status pemberhentian sementara ini berlaku sejak dikenakan penahanan sampai dengan:
- Dibebaskannya tersangka dengan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabat yang berwenang; atau
- Ditetapkannya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila ASN yang bersangkutan ditetapkan bersalah karena keterlibatannya dalam jaringan peredaran gelap narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka Ybs akan dijatuhi sanksi kepegawaian berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Berbeda halnya dengan individu yang “hanya” terbukti sebagai penyalahguna narkotika. Berdasarkan Pasal 127 pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, seorang penyalahguna narkotika dapat dipidana atau tidak dipidana. Hal ini tentu memerlukan telaah lebih lanjut dari pihak-pihak yang berwenang seperti kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Apabila individu yang bersangkutan terbukti merupakan korban penyalahgunaan Narkotika, maka ia bisa dibebaskan dari tuntutan pidananya melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh APH dan wajib menjalani rehabilitasi medis serta rehabilitasi sosial.
Pengaktifan Kembali Status ASN yang Diberhentikan Sementara karena Penahanan sebagai Tersangka Tindak Pidana
Sesuai penjelasan sebelumnya, seorang penyalahguna narkotika, bisa saja dibebaskan dari tuntutan pidana, karena dipandang sebagai orang yang sedang sakit, sehingga harus menjalani pengobatan dalam bentuk rehabilitasi narkotika. Surat Perintah Penghentian Penyidikan yang diterbitkan oleh pihak kepolisian akan merinci, bahwa yang bersangkutan:
- Terbukti tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika, oleh karena itu penyidikan dihentikan dan yang bersangkutan lepas dari tuntutan pidana untuk hal tersebut.
- Terbukti positif sebagai korban penyalahguna narkotika. Hal ini berdasarkan bukti dan hasil pemeriksaan seperti asesmen oleh pihak yang berwenang dan hasil tes urine. Dengan demikian, yang bersangkutan diwajibkan untuk menjalani rehabilitasi sesuai dengan rekomendasi tim ahli.
ASN yang dibebaskan sebagai tersangka melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan (SP3) oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, melapor paling lama 1 (satu) bulan, sejak keluarnya SP3 atau sejak dinyatakan tidak bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan Pasal 43, Perka BKN Nomor 3 Tahun 2020, ASN yang bersangkutan dapat diaktifkan kembali status kepegawaiannya, dengan ketentuan antara lain :
- Tersangka tindak pidana ditahan pada tingkat penyidikan, dan menurut Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bersangkutan dihentikan dugaan tindak pidananya.
- ASN yang bersangkutan dapat diaktifkan kembali sebagai PNS pada jabatan, apabila tersedia lowongan jabatan. Hal ini dengan mempertimbangkan :
- Perbuatannya tidak menurunkan harkat dan martabat dari PNS
- Mempunyai prestasi kerja yang baik
- Tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah diaktifkan kembali
- Tersedia lowongan jabatan
- Pengaktifan kembali PNS, ditetapkan oleh Presiden atau PPK setelah mendapatkan pertimbangan teknis Kepala BKN atau Kepala Kantor Regional BKN.
Sehingga dalam hal ini tidak sertamerta setelah terbit SP3 ybs langsung bisa aktif kembali bekerja. Namun harus melalui tahapan dan proses sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut.
Apabila ASN penyalahguna narkotika tersebut telah diaktifkan kembali status kepegawaiannya, Tim Pertimbangan Hukuman Disiplin segera melakukan rapat dan pemeriksaan untuk menentukan tindak lanjut terhadap yang bersangkutan. Tindak lanjut yang dimaksud adalah penjatuhan hukuman disiplin dan kewajiban untuk rehabilitasi.
Penjatuhan hukuman disiplin dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021, dimana terdapat 3 (tiga) tingkatan Hukuman Disiplin, yaitu Ringan, Sedang, dan Berat. Tingkatan tersebut ditentukan berdasarkan dampak dari perbuatan pelanggaran. Apabila Tim Pertimbangan Hukuman Disiplin berkesimpulan bahwa perbuatan yang bersangkutan, yaitu menyalahgunakan narkotika, memiliki dampak yang besar bagi Instansi (Pemerintah Kota), maka akan dijatuhkan Hukuman Disiplin Tingkat Berat. Hukuman Disiplin Tingkat Berat yang bisa dijatuhkan kepada yang bersangkutan, adalah:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan.
- Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan.
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Untuk memfasilitasi kewajiban rehabilitasi, dapat diberikan cuti sakit kepada yang bersangkutan. Jumlah hari untuk cuti sakit tersebut, diberikan berdasarkan hasil asesmen oleh pihak Balai Rehabilitasi Narkotika.
Sudi juga menjelaskan bahwa seluruh proses penanganan kasus penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh ASN ini, akan dimonitor dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang dalam pengelolaan kepegawaian, seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi. (r1)