Nalarnews.id, Jakarta – Indonesia memiliki kekayaan 718 bahasa daerah yang tersebar di 38 provinsi. Sayangnya, 25 di antaranya terancam punah, 6 dinyatakan kritis, dan 11 telah punah. Bahasa daerah Kaltim pun termasuk yang hampir punah.
Hal ini mendasari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meluncurkan episode ke-17 Merdeka Belajar yang bertajuk “Revitalisasi Bahasa Daerah”, Selasa (22/2/2022).
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Indonesia, menyampaikan bahwa bahasa bukan sekadar kumpulan kata, namun bagian dari identitas bangsa.
“Bahasa termasuk khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan. Kalau bahasa daerah kita punah, kita kehilangan identitas dan kebhinekaan Indonesia,” papar Nadiem.
Nadiem sampaikan, Kemendikbudristek mengklasifikasi 3 model revitalisasi Bahasa sesuai dengan kondisi lapangan. Model A berarti daya hidup bahasanya masih aman karena masih digunakan secara dominan oleh masyarakatnya. Contohnya Bahasa Jawa, Sunda, Bali.
Sedangkan Model C terancam punah, contohnya bahasa-bahasa di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Mendengar bahasa daerah Kaltim akan punah, Hetifah Sjaifudian, legislator Kaltim, prihatin akan terancamnya bahasa-bahasa daerah, utamanya bahasa daerah Kaltim. “Sangat menyesalkan bahwa bahasa-bahasa di Kaltim termasuk golongan yang terancam punah. Padahal bahasa di Kaltim itu beragam, ada Bahasa Paser, Banjar, Kutai, Melayu Berau, Kutai Tenggarong, Tidung, dan Bulungan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Hetifah yang duduk di DPR RI sebagai Wakil Ketua Komisi X ini juga ingatkan, agar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) jangan sampai menghilangkan bahasa asli Kaltim.
“Dengan dibangunnya IKN, tentu akan ada pertukaran budaya dengan ratusan ribu pendatang baru dari luar Kaltim. Oleh karena itu, Bahasa asli Kaltim harus terus direvitalisasi agar tidak menghilang. Jangan sampai tergerus kebudayaan baru,” ucapnya.
Bahasa Daerah Sebagai Muatan Lokal Sekolah
Hetifah pun mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) mewajibkan bahasa daerah sebagai muatan lokal sekolah. Wewenang untuk menentukan mata pelajaran Muatan Lokal (Mapel Mulok), lanjutnya, ada pada Dinas Pendidikan (Disdik) masing-masing kota/kabupaten.
Di Paser contohnya, ada anjuran dari Disdik kepada sekolah untuk menjadikan Bahasa Paser sebagai Mulok. Sedangkan laporan dari sekolah-sekolah di Balikpapan, Samarinda, dan Kutai Kartanegara mengatakan bahwa belum ada anjuran seperti itu.
“Saya mendorong agar seluruh Disdik di Kalimantan Timur mewajibkan bahasa atau seni daerah sebagai Mulok. Kurikulum Merdeka yang berbasis project pun dapat mengakomodir hal tersebut,” ujar Hetifah.
Hetifah pun usul agar Pemda semakin melibatkan penutur asli daerah dalam melestarikan bahasa daerah. “Para penutur bahasa asli daerah perlu diberdayakan dan diperbanyak. Berbagai program dan kebijakan yang melibatkan para penutur bahasa ini bisa ditelurkan melalui koordinasi lintas Pemda,” pungkasnya. (r1)