Nalarnews.id, Samarinda – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim mencatat tren kematian ibu dan bayi masih tinggi. Bahkan, angkanya terbilang meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2019, jumlah kematian ibu dan bayi tercatat 92 kasus. Pada tahun 2020, angka kematian ibu meningkat menjadi 92 kasus. Kemudian, pada tahun 2021, angka kematian ibu dan anak melonjak menjadi 168 kasus. Sementara, pada tahun 2022 jumlah kematian ibu menurun menjadi 73 kasus.
Berdasarkan domisilinya, kematian ibu dan anak terbanyak terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan 24 kasus. Menyusul Samarinda dengan 20 kasus. Sementara, daerah lainnya di bawah 5 kasus.
Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin mengatakan, tingginya angka kematian ibu dan bayi di 2021 disebabkan pandemi Covid-19. Seiring menurunnya kasus pandemi Covid-19, angka kematian ibu dan bayi ikut turun. Meskipun, kematian ibu dan bayi masih terjadi.
“Kematian ibu meningkat sejak tiga tahun terakhir. Apalagi pada masa pandemi Covid-19. Berdasarkan data yang dihimpun, hampir 99 persen ibu melahirkan meninggal di rumah sakit,” kata Jaya dalam jumpa pers di Warung Informasi Etam Kaltim (WIEK), Kantor Diskominfo Kaltim, Jumat (3/2/2023).
Kematian Ibu Disebabkan Terlambat Mendapat Penanganan dan Diagnosa
Ia menjelaskan, secara umum penyebab meningkatnya kasus kematian ini karena terlambat mendapat penanganan medis. Kemudian, kerapkali ibu hamil terlambat mendapatkan diagnosa.
“Jika dianalisis, kematian ibu dan bayi ini bukan karena mutu layanan sangat rendah. Namun, memang manajemen dan pelaksanaan upaya kasus ibu melahirkan belum optimal,” kata dia.
Oleh karena itu, Dinkes Kaltim pun berkomitmen menekan angka kematian ini. Salah satu upayanya, dengan fokus dalam ANC1 atau konsultasi ibu saat kehamilan.
Baik konsultasi pertama sampai konsultasi keenam. Ia menegaskan, cakupan konsultasi kehamilan harus 95 persen. Tak hanya itu, ibu juga harus memastikan kondisi kesehatannya sebelum dan selama kehamilan.
“Ini salah satu faktor penentu usia harapan hidup dalam upaya meningkatkan derajat manusia. Sebab, kondisi ibu juga berpengaruh terhadap bayi stunting,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Jaya, survei terbaru penanganan gizi dan balita Kaltim naik 1,1 persen terhadap balita stunting. Kenaikan ini menjadi catatan, dimana target stunting dari 22,8 persen turun sekitar tiga persen menjadi 19,8 persen.
“Saya optimis (menurunkan angka stunting). Sebab, menurut survei kementerian kesehatan, walaupun kita naik 1,1, persen namun masih termasuk provinsi terendah di Kalimantan,” ucapnya. (r1)